Secara umum proses vaksinasi pada kucing tidak memiliki efek samping bagi kucing. Namun ada beberapa reaksi kucing setelah vaksin.
Salah satu cara untuk menjaga kesehatan kucing adalah dengan memberikan vaksin. Ada beberapa vaksin yang bisa diberikan kepada kucing sesuai dengan tingkatan usia kucing.
Dan sama seperti vaksin pada manusia, ada beberapa reaksi yang bisa saja terjadi setelah pemberian vaksin tersebut.
Dan secara umum tidak ada reaksi negatif yang diakibatkan pemberikan vaksin pada kucing.
Namun ada baiknya kita mengetahui beberapa reaksi kucing setelah vaksin agar kita tidak kaget jika suatu saat hal-hal berikut ini pada kucing kesayangan kita setelah disuntik vaksin.
Reaksi Kucing Setelah Vaksin
Berikut ini adalah efek samping setelah kucing melakukan vaksinasi. Tidak semua kucing akan mengalami efek samping setelah menerima vaksin.
Namun reaksi kucing setelah vaksin berikut ini bisa saja terjadi:
- Beberapa kucing mungkin sedikit lesu setelah vaksinasi. Biasanya akan pulih setelah 24 jam
- Nyeri, pembengkakan, kemerahan, dan iritasi dapat terjadi di tempat suntikan. Efek ini umumnya terjadi dalam rentang waktu 30 menit hingga 1 minggu setelah vaksinasi. Jika tanda-tandanya tidak hilang dan cenderung makin parah, segera bawa ke dokter hewan
- Reaksi kucing setelah vaksin yang berikutnya yaitu muncul benjolan kecil namun tidak nyeri di tempat yang disuntik vaksin. Biasanya akan hilang dalam beberapa minggu, tetapi penting untuk mengawasi benjolan tersebut. Jika tidak hilang, atau jika ukurannya bertambah besar, segera bawa kucing ke dokter hewan yang melakukan vaksin
- Beberapa kucing bulunya akan rontok di tempat suntikan, namun jangan khawatir bulu ini akan tumbuh lagi
- Pemberian vaksin intranasal dapat menyebabkan kucing bersin-bersin ringan dan keluarnya cairan dari hidung
- Pada beberapa kasus muncul reaksi alergik atau anafilaktik yang parah akibat pemberian vaksin namun hal ini jarang terjadi. Dapat terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam setelah vaksinasi
- Efek samping terburuk adalah munculnya Sarkoma yaitu tumor yang muncul di tempat penyuntikan vaksin. Biasanya muncul setelah penyuntikan vaksin rabies dan Feline Leukemia Virus (FeLV). Namun ini adalah kasus yang sangat jarang terjadi
- Dalam beberapa kasus, vaksin kucing mungkin tidak efektif (kegagalan vaksin). Ada sejumlah penyebabnya seperti antibodi yang mampu menonaktifkan vaksinasi
- Demam ringan
- Reaksi kucing setelah vaksin yang berikutnya yaitu nafsu makan menurun
- Kadang-kadang, abses dapat terbentuk di tempat suntikan. Abses ini umumnya tidak disebabkan oleh infeksi, tetapi karena reaksi berlebihan tubuh terhadap vaksin.
Sedangkan reaksi kucing setelah vaksin berikut ini termasuk dalam kondisi darurat dan mengancam jiwa. Jika kucing mengalami reaksi berikut ini segera bawa kucing kembali ke dokter hewan untuk mendapatkan penanganan medis:
- Muntah atau diare terus menerus
- Kulit gatal yang mungkin tampak muncul benjolan serius
- Pembengkakan pada moncong dan di sekitar wajah, leher, atau mata
- Batuk berat atau kesulitan bernapas
- Reaksi kucing setelah vaksin yang berikutnya yaitu adanya Anafilaksis. Anafilaksis adalah reaksi alergi langsung yang langka dan mengancam jiwa kucing. Jika tidak diobati, akan menyebabkan shock, kegagalan pernafasan dan jantung, serta kematian. Reaksi anaphylactic dapat terjadi sebagai akibat dari vaksinasi. Reaksi biasanya terjadi dalam beberapa menit hingga jam (kurang dari 24 jam) dari vaksinasi.
Kesimpulan
Seperti halnya prosedur medis, vaksinasi selalu memiliki risiko efek samping. Namun bukan berarti vaksinasi adalah prosedur yang mengerikan dan mengancam kondisi kucing.
Lebih banyak manfaat baiknya daripada efek samping buruk dari vaksin itu sendiri.
Tidak bisa dipungkiri jika reaksi kucing setelah vaksin seperti yang telah disebutkan diatas nampak terlihat membuat kucing tersiksa.
Namun hingga saat ini jarang ditemukan kasus efek samping parah yang ditemukan setelah kucing divaksinasi. Jadi tidak perlu ragu-ragu untuk memberikan suntikan vaksinasi untuk kucing kesayangan kita.
Catatan: Artikel ini hanya untuk informasi. Kunjungi dokter hewan untuk nasihat dan perawatan medis.
Baca juga:
- Apakah Akibat Kucing Tidak Divaksin?
- FLUTD Pada Kucing: Gejala, Penyebab dan Pencegahan
- Penyakit Periodontal pada Kucing